Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto dinilai sebagai langkah nyata pemerintah dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas. Pandangan tersebut disampaikan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Heri Herdiawanto, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025.
Menurut Heri, program MBG merupakan kebijakan yang strategis dan berdampak luas karena menyentuh aspek paling mendasar dalam pembangunan manusia, yakni pemenuhan gizi yang layak bagi anak-anak usia sekolah.
Ia menyampaikan bahwa kualitas manusia Indonesia tidak dapat terwujud tanpa perhatian serius terhadap kecukupan gizi. “Program MBG ini sangat strategis karena menyentuh aspek paling dasar dalam pembangunan manusia,” ujarnya. “Untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan berkeadilan, kita harus mulai dari manusia yang bergizi cukup dan berkualitas.”
Heri menilai bahwa keberpihakan Presiden Prabowo terhadap rakyat tercermin dari keberanian untuk menjalankan program berskala nasional yang melibatkan lintas kementerian dan daerah. Program ini, menurutnya, bukan sekadar bantuan sosial, tetapi investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia Indonesia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pelaksanaan MBG memang masih menghadapi sejumlah tantangan di lapangan, terutama terkait infrastruktur dapur dan distribusi logistik di beberapa daerah. Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi nilai penting dari program tersebut bagi masa depan bangsa.
“Masih ada dapur pemenuhan gizi di sejumlah daerah yang belum memadai dan bahkan melebihi kapasitas,” kata Heri. “Karena itu perlu langkah terencana, terukur, dan kolaboratif antar-stakeholder untuk memperbaiki hal tersebut, bukan sekadar saling menyalahkan.”
Menurut Heri, dinamika dan pro-kontra yang muncul di masyarakat merupakan hal wajar dalam setiap kebijakan publik. Ia memandang bahwa kritik terhadap program MBG justru menjadi tanda positif bahwa masyarakat memiliki kepedulian tinggi terhadap keberlangsungan program tersebut.
Ia menegaskan pentingnya agar kritik tidak hanya berhenti pada penilaian negatif, melainkan disertai dengan solusi konstruktif dan kolaborasi lintas sektor. Partisipasi aktif berbagai pihak dinilai sangat penting agar pelaksanaan MBG berjalan efektif dan berkelanjutan.
Selain itu, Heri menyoroti sejumlah insiden keracunan makanan yang sempat terjadi di beberapa wilayah. Menurutnya, pemerintah telah merespons secara cepat dan tepat dengan melakukan evaluasi serta perbaikan sistem pengawasan distribusi makanan bergizi.
Ia menilai langkah Presiden Prabowo yang segera menginstruksikan perbaikan tata kelola program sebagai bentuk kepemimpinan yang responsif dan berorientasi pada keselamatan rakyat. Respons cepat tersebut menunjukkan adanya perhatian serius terhadap aspek keamanan pangan dalam pelaksanaan MBG.
Heri menyampaikan dukungannya terhadap upaya pemerintah yang kini mulai melibatkan juru masak terlatih dan penggunaan alat uji kelayakan makanan di setiap dapur penyedia MBG. Langkah ini dinilai sebagai bagian penting dari perbaikan sistemik yang memastikan makanan yang disajikan aman dan higienis.
“Presiden sudah menunjukkan komitmen kuat untuk memperbaiki tata kelola MBG,” tutur Heri. “Ini bukti keseriusan pemerintah dalam memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan makanan bergizi yang aman dan sehat.”
Dalam pandangannya, Program MBG juga memiliki dimensi sosial yang besar karena dapat memperkuat solidaritas dan gotong royong antarwarga. Melalui pelibatan masyarakat lokal dalam proses produksi dan distribusi makanan, program ini turut menggerakkan ekonomi di tingkat akar rumput.
Heri kemudian mendorong agar cakupan Program MBG terus diperluas ke berbagai daerah, terutama wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Ia menilai bahwa masyarakat di daerah-daerah tersebut membutuhkan perhatian lebih dalam pemenuhan gizi anak-anak sekolah.
Ia menjelaskan bahwa pendekatan pelaksanaan program perlu berbasis kebutuhan lokal dengan pola partisipatif dari bawah ke atas atau bottom-up. Dengan cara ini, masyarakat dapat lebih berperan aktif dalam memastikan keberhasilan program di wilayah masing-masing.
“Prioritas di daerah 3T dan perluasan akses pendidikan harus berjalan seiring dengan perbaikan tata kelola MBG,” katanya. “Dengan demikian, target peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat tercapai secara berkelanjutan.”
Selain manfaat gizi, Heri menekankan bahwa MBG juga berdampak positif terhadap kehadiran siswa di sekolah. Anak-anak yang sebelumnya kesulitan mendapatkan asupan makanan bergizi kini memiliki motivasi lebih tinggi untuk belajar.
Ia menyebut bahwa dampak jangka panjang dari program ini akan terlihat pada peningkatan kualitas generasi muda yang lebih sehat, produktif, dan memiliki daya saing tinggi. Pembangunan manusia, menurutnya, merupakan pondasi bagi kemajuan ekonomi dan sosial bangsa.
Heri menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Program MBG tidak hanya sekadar program bantuan pangan, melainkan simbol komitmen pemerintah terhadap masa depan Indonesia. Keberhasilan program ini, lanjutnya, akan menjadi cermin keberhasilan bangsa dalam mempersiapkan generasi penerus yang sehat dan tangguh.
Dengan semangat kolaborasi dan pengawasan yang kuat, ia optimistis Program MBG dapat terus berkembang menjadi kebijakan yang berkelanjutan. Program ini diyakini akan menjadi warisan penting bagi generasi mendatang dalam membangun Indonesia yang lebih maju, berkeadilan, dan sejahtera. ***