Jakarta–Indonesia sejak awal berdirinya telah menegaskan diri sebagai negara hukum. Hal ini tercantum jelas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Namun di balik penegasan konstitusional tersebut, terdapat ironi besar: jutaan rakyat Indonesia hidup dalam kebutaan hukum. Mereka berada di dalam sistem hukum, tetapi tidak memahami cara sistem itu bekerja untuk melindungi hak-haknya.
Fenomena rendahnya kesadaran hukum di tengah masyarakat bukanlah hal yang muncul tiba-tiba. Kondisi ini tumbuh dari sistem pendidikan yang belum menempatkan hukum sebagai pilar utama pembentukan karakter bangsa. Dalam praktiknya, pelajaran tentang hukum hanya disentuh sekilas melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), tanpa penekanan pada makna hak, kewajiban, dan tanggung jawab hukum sebagai warga negara. Akibatnya, hukum hanya dipahami sebagai alat pengendali perilaku, bukan pedoman moral yang hidup dalam keseharian.
Dampak dari ketidakpahaman ini terlihat nyata dalam berbagai peristiwa sosial. Banyak masyarakat yang baru mengenal hukum ketika berurusan dengan aparat penegak hukum atau menghadapi masalah administratif. Hukum akhirnya menjadi sesuatu yang menakutkan, bukan membimbing. Masyarakat awam kerap menjadi objek hukum, bukan subjek yang sadar dan mampu memperjuangkan hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku.
Padahal, kesadaran hukum semestinya ditanamkan sejak dini. Nilai-nilai keadilan, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap aturan sosial harus mulai diperkenalkan sejak anak-anak berada di bangku sekolah dasar. Integrasi pendidikan hukum dasar dapat dilakukan melalui pelajaran PPKn, sejarah, dan kegiatan ekstrakurikuler, dengan pendekatan yang kontekstual dan menyenangkan agar mudah dipahami oleh peserta didik.
Dr. Hadi Santoso, pakar pendidikan hukum dari Universitas Negeri Jakarta, menyoroti lemahnya peran pendidikan sebagai akar dari rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Ia menjelaskan bahwa selama ini pembahasan hukum seringkali berhenti pada tataran penegakan, bukan pembentukan karakter.
Menurutnya, kesadaran hukum tidak lahir dari sanksi, tetapi dari pemahaman yang ditanam sejak usia dini.
> “Kita sering bicara penegakan hukum, tapi lupa bahwa kesadaran hukum harus dibangun dari pendidikan dasar,” ungkapnya.
“Tanpa pemahaman sejak dini, hukum hanya dipandang sebagai alat menakut-nakuti, bukan pedoman moral dan sosial,” tegas Hadi.
Pandangan tersebut sejalan dengan amanat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Prinsip kesetaraan di hadapan hukum ini menegaskan bahwa kesadaran hukum adalah tanggung jawab bersama antara rakyat dan pemerintah, bukan hanya urusan aparat penegak hukum semata.
Dalam konteks ini, pemerintah memiliki peran strategis untuk menanamkan nilai hukum melalui sistem pendidikan yang adaptif dan relevan dengan perkembangan zaman. Kurikulum nasional perlu menempatkan pendidikan hukum sebagai bagian fundamental dari pembentukan karakter warga negara. Dengan begitu, generasi muda akan tumbuh menjadi individu yang memahami batas dan kebebasannya secara seimbang, serta mampu bersikap kritis terhadap ketidakadilan sosial.
Kesadaran hukum juga menjadi fondasi penting bagi terciptanya masyarakat yang beradab dan tertib. Ketika rakyat memahami hukum, mereka tidak hanya taat karena takut dihukum, tetapi karena menyadari bahwa ketaatan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan sosial. Dalam jangka panjang, hal ini akan memperkuat legitimasi negara sebagai pelindung keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Namun, selama pendidikan hukum hanya menjadi pelengkap dan tidak diintegrasikan secara sistematis, cita-cita negara hukum yang berkeadilan akan sulit terwujud. Indonesia akan terus menjadi negara hukum dalam teks konstitusi, tetapi bukan dalam kesadaran kolektif rakyatnya. Di sinilah pentingnya refleksi bagi para pemangku kebijakan untuk meninjau kembali arah sistem pendidikan nasional.
Membangun bangsa yang sadar hukum bukan sekadar urusan regulasi atau penegakan aturan, tetapi juga soal membangun kesadaran moral. Ketika nilai-nilai hukum ditanamkan sejak dini, maka akan tumbuh generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang dalam etika dan tanggung jawab sosial. Hanya dengan cara itu, cita-cita negara hukum yang sejati dapat benar-benar hidup di tengah masyarakat Indonesia. ***
(Imam Setiadi)









