Jakarta— Hujan yang selama ini identik dengan kesejukan dan kesegaran, kini menyimpan ancaman yang tak kasat mata. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati saat beraktivitas di luar ruangan setelah hujan turun. Peringatan tersebut disampaikan menyusul hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengungkap adanya kandungan mikroplastik dalam air hujan di wilayah DKI Jakarta.
Penelitian yang dilakukan BRIN menemukan partikel mikroplastik dalam sejumlah sampel air hujan yang dikumpulkan di beberapa titik strategis ibu kota. Temuan ini mempertegas bahwa polusi plastik tidak hanya mengancam lautan dan sungai, tetapi juga telah menyebar ke udara, kemudian turun kembali ke permukaan bumi melalui butiran hujan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa siklus pencemaran plastik telah memasuki fase yang lebih kompleks dan berpotensi mengganggu kesehatan manusia.
Menurut Menkes Budi Gunadi Sadikin, penelitian BRIN menjadi alarm serius bagi seluruh pihak. Ia menegaskan bahwa mikroplastik dapat masuk ke tubuh manusia melalui udara, air, maupun makanan sehari-hari. “Kami mengimbau masyarakat untuk menghindari aktivitas luar ruangan sesaat setelah hujan, terutama bagi anak-anak dan lansia yang lebih rentan terhadap dampaknya,” ujar Budi Gunadi Sadikin, Jumat (1/11).
Mikroplastik merupakan potongan plastik berukuran sangat kecil, kurang dari lima milimeter, yang berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut meliputi serpihan botol plastik, serat pakaian sintetis, hingga sisa abrasi ban kendaraan di jalan raya. Karena sifatnya yang ringan, partikel mikroplastik mudah terbawa angin dan dapat berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain sebelum akhirnya turun kembali bersama air hujan.
Peneliti BRIN, dr. Laksmi Dewi, menjelaskan bahwa partikel mikroplastik yang masuk ke tubuh manusia dapat menimbulkan beragam dampak kesehatan. Ia menuturkan bahwa partikel tersebut berpotensi menyebabkan peradangan, mengganggu keseimbangan hormon, serta meningkatkan risiko penyakit kronis jika terus terakumulasi di dalam tubuh. “Mikroplastik adalah ancaman jangka panjang yang belum banyak disadari masyarakat,” ujar Laksmi Dewi.
Hasil riset BRIN juga mencatat bahwa kepadatan mikroplastik di udara Jakarta meningkat signifikan selama musim kemarau dan awal musim hujan. Kondisi ini dipicu oleh tingginya tingkat polusi udara, penggunaan plastik sekali pakai, serta sistem pengelolaan sampah yang masih belum optimal. Akibatnya, partikel mikroplastik dengan mudah terlepas ke udara dan ikut terbawa aliran hujan.
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk melakukan perlindungan dasar terhadap paparan mikroplastik. Masyarakat disarankan mengenakan masker ketika beraktivitas di luar ruangan, mencuci wajah dan tangan setelah kehujanan, serta tidak menggunakan air hujan untuk kebutuhan konsumsi. Langkah sederhana tersebut diharapkan mampu mengurangi risiko paparan partikel berbahaya yang tidak terlihat oleh mata.
Selain perlindungan individu, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai menjadi kunci utama dalam menekan sumber mikroplastik di lingkungan. Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya perubahan perilaku konsumsi masyarakat. “Setiap kantong plastik, botol, atau sedotan yang kita buang sembarangan akan kembali kepada kita dalam bentuk mikroplastik. Cepat atau lambat, dampaknya akan dirasakan oleh tubuh kita sendiri,” ujarnya menegaskan.
Sementara itu, pakar lingkungan dari Universitas Indonesia, Prof. Yuyun Harmono, menilai bahwa temuan BRIN harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk berkolaborasi. Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, dunia industri, dan masyarakat dalam mengatasi krisis mikroplastik. “Ini bukan hanya persoalan kebersihan lingkungan, tetapi juga masalah kesehatan publik. Diperlukan regulasi yang tegas, inovasi dalam daur ulang, serta perubahan perilaku konsumsi masyarakat,” kata Prof. Yuyun.
Kesadaran publik menjadi fondasi utama dalam menghadapi ancaman mikroplastik. Melalui langkah-langkah kecil seperti memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, serta mendukung kebijakan ramah lingkungan, masyarakat dapat turut menjaga bumi tetap layak huni. “Air hujan seharusnya menjadi simbol kesegaran dan kehidupan, bukan sumber kekhawatiran,” tegas Menkes. “Mari kita jaga udara, air, dan bumi agar tetap bersih demi masa depan generasi mendatang.” ***
(Dadan)







