Khozin Nilai Penggalangan Dana Sebaiknya Berasal dari Masyarakat

beritapolricom

Oktober 8, 2025

3
Min Read

Berita Lainnya

Jakarta — Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Muhammad Khozin, memberikan pandangannya terkait kebijakan penggalangan dana oleh pemerintah daerah yang menuai perhatian publik.

 

Khozin menilai bahwa inisiatif dalam penggalangan dana sosial sebaiknya muncul dari masyarakat sendiri, bukan dari pemerintah. Menurutnya, langkah tersebut akan lebih transparan, partisipatif, dan mampu menghindari resistensi di tengah masyarakat.

 

Pernyataan itu disampaikan Khozin di Jakarta, Rabu, menanggapi Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang mengatur tentang penggalangan dana sosial oleh pemerintah daerah.

 

Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah seharusnya berperan sebagai fasilitator bagi gerakan sosial masyarakat, bukan menjadi pihak yang secara langsung memungut atau mengelola dana.

 

“Prinsipnya, inisiatif penggalangan dana seharusnya muncul dari masyarakat, bukan dari pemerintah,” ujar Khozin.

 

Ia menjelaskan, jika masyarakat menjadi penggerak utama, maka semangat kebersamaan dan kepercayaan publik terhadap kegiatan sosial akan tumbuh lebih kuat. Hal ini juga akan memperkuat rasa kepemilikan warga terhadap gerakan sosial yang ada di lingkungannya.

 

Meskipun demikian, Khozin menegaskan bahwa secara hukum, kebijakan penggalangan dana oleh pemerintah daerah tetap sah dan memiliki dasar yang jelas.

 

Menurutnya, penggalangan dana tersebut memiliki payung hukum yang tercantum dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

 

“Secara normatif, tidak ada soal. Meski ketentuan ini jarang dilakukan oleh pemerintah dalam menggalang dana untuk kepentingan kesejahteraan sosial,” ujar Khozin menambahkan.

 

Namun demikian, ia menilai bahwa pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat lebih sesuai dengan semangat otonomi daerah dan prinsip tata kelola pemerintahan yang akuntabel.

 

Menurut pengasuh Pondok Pesantren Al-Khozini, Jember ini, pelibatan masyarakat secara aktif dalam penggalangan dana sosial akan memperkecil potensi kesalahpahaman publik terhadap niat baik pemerintah daerah.

 

“Inisiatif dari masyarakat lebih baik semakin ditingkatkan dengan memfasilitasi dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah,” kata Khozin.

 

Ia berpendapat bahwa peran pemerintah sebaiknya fokus pada pembinaan, pendampingan, serta pemberian regulasi yang jelas agar kegiatan sosial berjalan sesuai aturan dan tepat sasaran.

 

Khozin juga menyarankan agar Surat Edaran yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat tersebut ditinjau ulang. Menurutnya, meskipun legal secara normatif, kebijakan itu kurang tepat dari sisi sosiologis karena dapat menimbulkan resistensi di masyarakat.

 

“Sebaiknya, penggalangan dana dilakukan oleh pihak di luar negara dengan tetap berpegang pada aturan seperti mekanisme penggalangan, distribusi, dan pelaporan,” tegasnya.

 

Khozin berpendapat bahwa inisiatif yang tumbuh dari masyarakat jauh lebih efektif dan memiliki daya jangkau yang luas. Ia menilai, partisipasi sosial masyarakat Indonesia telah terbukti sangat tinggi dan konsisten dari waktu ke waktu.

 

Indonesia, kata Khozin, tercatat sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan World Giving Index yang dirilis oleh Charities Aid Foundation (CAF) sejak tahun 2017 hingga 2024.

 

“Masyarakat Indonesia paling dermawan di dunia, biarkan itu organik dari bawah,” ujar Khozin.

 

Ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya hadir untuk memfasilitasi semangat kedermawanan warga, bukan menjadi pelaksana langsung pengumpulan dana.

 

Khozin berharap semangat gotong royong dan kepedulian sosial masyarakat tetap tumbuh secara alami. Ia menilai, jika dikelola dengan baik, partisipasi masyarakat dapat menjadi kekuatan besar dalam mendukung kesejahteraan sosial di daerah.

 

“Negara memfasilitasi dan membuat regulasi agar spirit warga difasilitasi dengan baik,” tutup Khozin.

 

Dengan demikian, Khozin menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara peran pemerintah sebagai pengarah dan masyarakat sebagai pelaksana utama dalam kegiatan sosial. Ia berharap pola sinergi ini menjadi model yang sehat bagi tata kelola sosial di Indonesia.  ***

PILIHAN EDITOR