Kemenkeu, Hutang Kereta Cepat Bukan Tanggung Jawab APBN

beritapolricom

Oktober 18, 2025

2
Min Read
Oplus_0

Berita Lainnya

Jakarta – Sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) menuai dukungan luas dari kalangan akademisi dan pengamat ekonomi. Mereka menilai keputusan tersebut tepat dan sejalan dengan prinsip tata kelola keuangan negara yang sehat.

Ekonom Universitas Indonesia, Ronnie H. Rusli, menegaskan bahwa proyek kereta cepat merupakan kerja sama business to business (B2B) antara konsorsium Indonesia dan China melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Karena itu, menurutnya, tanggung jawab utang tidak bisa dibebankan kepada pemerintah pusat.

“Yang menandatangani perjanjian dan menyetujui proyek tersebutlah yang seharusnya bertanggung jawab, bukan Menteri Keuangan yang baru menjabat,” ujarnya.

Senada dengan itu, pengamat ekonomi dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut langkah Purbaya sudah sesuai aturan. Ia mengingatkan bahwa setiap penggunaan APBN untuk proyek non-pemerintah wajib melalui persetujuan DPR RI.
“Kalau proyeknya B2B, maka risikonya juga bersifat bisnis. Pemerintah tidak bisa seenaknya menanggung beban utang swasta dengan uang rakyat,” kata Anthony.

Sementara itu, beberapa pengamat lainnya mengingatkan bahwa proyek strategis seperti KCJB tetap perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak menimbulkan beban fiskal di masa depan. Mereka mendorong opsi restrukturisasi utang dan peningkatan kinerja PT KCIC untuk memastikan operasional kereta cepat tetap berjalan tanpa mengganggu stabilitas keuangan negara.

Di sisi lain, sebagian akademisi juga menyoroti pentingnya transparansi dan evaluasi proyek sejak awal. Pembengkakan biaya (cost overrun) serta perbedaan asumsi keuntungan dinilai menjadi pelajaran penting agar proyek infrastruktur nasional ke depan lebih realistis dan akuntabel.

Sikap Purbaya pun dinilai menunjukkan disiplin fiskal pemerintah dalam menjaga agar APBN tidak dijadikan penyangga proyek komersial. “Langkah ini bisa menjadi contoh bahwa negara harus tegas memisahkan urusan bisnis dan keuangan publik,” ujar seorang ekonom.

Keberanian seorang pejabat publik untuk berkata “tidak” pada beban yang bukan tanggung jawab negara patut diapresiasi. Di tengah kompleksitas proyek besar dan tekanan politik, keputusan seperti ini mengingatkan bahwa keuangan publik harus dijaga dari kepentingan sesaat.
Sebab pada akhirnya, integritas fiskal bukan hanya tentang angka dan utang, tapi juga tentang keberanian menjaga kepercayaan rakyat.
(Sumber Fajar.co.id)

Imam Setiadi – MDI NEWS

PILIHAN EDITOR