Jakarta — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik setelah secara terbuka meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Langkah yang jarang dilakukan kepala daerah ini dinilai sebagai bentuk transparansi dan keberanian dalam menjalankan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Kehadiran Dedi Mulyadi di kantor BPK mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan. Tindakan tersebut menunjukkan komitmennya terhadap prinsip akuntabilitas publik dalam penggunaan anggaran daerah. Banyak pihak menilai langkah ini bukan sekadar simbol, melainkan wujud nyata dari integritas seorang pemimpin yang berani membuka ruang pemeriksaan terhadap keuangan daerah yang dipimpinnya.
Menurut Dedi Mulyadi, inisiatif untuk meminta audit ini dilakukan agar masyarakat dapat melihat secara langsung bagaimana pengelolaan keuangan daerah dijalankan. Ia menegaskan bahwa keuangan publik harus dikelola dengan baik, transparan, dan bisa diakses oleh siapa pun. “Kami datang ke Badan Pemeriksa Keuangan untuk meminta lembaga tersebut melakukan pendalaman audit terhadap kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ujarnya.
Dedi juga menjelaskan bahwa audit tersebut diharapkan dapat menunjukkan dua hal penting. Pertama, apakah pemerintah provinsi memiliki perencanaan keuangan yang baik. Kedua, apakah pengelolaan keuangan dijalankan secara efektif dan sesuai aturan. Ia ingin agar seluruh proses belanja daerah benar-benar diarahkan untuk kepentingan masyarakat luas, bukan untuk kepentingan segelintir pihak.
Langkah berani ini bukan tanpa risiko. Dalam suasana politik dan birokrasi yang masih sarat kepentingan, tindakan Dedi bisa saja menimbulkan resistensi dari sejumlah pihak yang merasa terganggu. Namun, bagi Dedi Mulyadi, transparansi adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Ia menegaskan bahwa kepemimpinan yang bersih tidak perlu takut diaudit.
Sikap terbuka yang ditunjukkan Dedi Mulyadi ini menjadi pembeda dari gaya kepemimpinan kebanyakan pejabat daerah. Tidak sedikit kepala daerah yang justru menghindari pemeriksaan keuangan secara terbuka. Namun, Dedi memilih jalan sebaliknya. Ia justru menantang lembaga audit tertinggi negara untuk memeriksa keuangan pemerintahannya secara menyeluruh.
Dalam pandangannya, audit menyeluruh bukan sesuatu yang harus ditakuti, melainkan kesempatan untuk memperbaiki sistem keuangan agar lebih efisien dan tepat sasaran. Dengan adanya audit, setiap rupiah dari uang rakyat dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. “Tujuannya adalah memberikan penjelasan kepada publik bahwa belanja pemerintah daerah dilakukan secara terbuka,” kata Dedi.
Dedi menilai bahwa hasil audit nantinya juga dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar perbaikan bagi pemerintah provinsi. Ia berharap dari proses ini akan muncul rekomendasi yang konstruktif untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah di masa mendatang. Bagi Dedi, kritik dan koreksi bukan sesuatu yang harus dihindari, melainkan bagian dari proses menuju pemerintahan yang bersih.
Langkah Dedi Mulyadi ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi kepala daerah lain di Indonesia. Di tengah maraknya kasus penyalahgunaan anggaran, kejujuran dan keberanian untuk diaudit adalah teladan yang jarang terlihat. Banyak pihak berharap semangat keterbukaan yang ditunjukkan Gubernur Jawa Barat ini bisa menular ke daerah lain.
Kunjungan Dedi Mulyadi ke BPK menegaskan satu hal: bahwa integritas dan keberanian untuk diaudit adalah bentuk nyata pengabdian kepada rakyat. Dengan membuka diri terhadap pemeriksaan keuangan, Dedi tidak hanya memperkuat kepercayaan publik, tetapi juga membangun fondasi pemerintahan yang transparan dan akuntabel di Jawa Barat. ***
(Rizki)









