Selasa, 14 Oktober 2025
Jakarta – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto membagikan pengalamannya dalam mengelola sampah kantong plastik saat menjabat sebagai Wali Kota Bogor. Hal itu ia sampaikan ketika menjadi pembicara dalam Kuliah Umum di Universitas Bina Nusantara (Binus) Internasional – JWC Campus, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Bima menjelaskan bahwa pengelolaan sampah plastik di Kota Bogor dilakukan melalui pendekatan pencegahan dari hulu, bukan hanya penanganan di hilir. Menurutnya, langkah tersebut lebih efektif karena dapat menekan volume sampah plastik sebelum menumpuk di akhir rantai pengelolaan.
“Menurut saya yang sangat diperlukan adalah mengurangi sampah plastiknya dari hulunya, mengurangi pemakaian plastiknya dulu, karena kalau mengolahnya di ujung agak susah gitu ya,” katanya.
Sebagai bagian dari upaya itu, pada 2018 Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor meluncurkan program Bogor Tanpa Kantong Plastik (Botak). Program ini menyasar pusat perbelanjaan, toko modern, dan pasar tradisional dengan tujuan menekan penggunaan kantong plastik secara signifikan.
Namun, Bima tidak menampik bahwa pelaksanaan program tersebut menghadapi tantangan besar. Penolakan datang dari berbagai kalangan, terutama ibu rumah tangga yang telah terbiasa menggunakan kantong plastik dalam aktivitas belanja sehari-hari.
“Tidak mudah ya, awal-awal itu kita itu dikeroyok sama ibu-ibu, ya karena kata ibu-ibu, bagaimana kita biasa pakai kantong plastik belanja, susah,” ujarnya.
Bima menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi sebelum kebijakan dijalankan. Menurutnya, kebijakan publik yang menyangkut kebutuhan masyarakat sehari-hari memerlukan proses pembiasaan dan kesabaran. Ia menceritakan bahwa Pemkot Bogor membutuhkan waktu cukup panjang untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Kita berbulan, lama, lebih dari berbulan, rasanya setahun ya. It took a year for us to socialize, to do a campaign, reducing the plastic, jadi tidak mudah,” tegasnya.
Selain sosialisasi, Bima juga mendorong penggunaan teknologi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Pemkot Bogor saat itu menjalin kerja sama dengan pihak swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menghadirkan mesin penukar sampah plastik (vending machine).
Inisiatif ini terinspirasi dari praktik pengelolaan sampah di Jepang. Melalui mesin tersebut, masyarakat, terutama anak muda, dapat menukar botol plastik atau kemasan air mineral dengan pulsa telepon.
“Cuma perlu waktu berapa, 3 atau 6 bulan dan kemudian itu terjadi, jadi kami punya beberapa, vending machine ini di alun-alun Kota Bogor dan beberapa titik kota,” ungkapnya.
Bima juga menegaskan bahwa penanganan sampah plastik tidak dapat dilakukan oleh pemerintah semata. Dibutuhkan sinergi berbagai pihak, mulai dari pemangku kepentingan, kepala daerah, hingga komunitas masyarakat. Ia menilai kolaborasi dengan komunitas berdampak besar karena komunitas mampu menjaga keberlanjutan gerakan lingkungan dan melakukan regenerasi.
“Kolaborasi dengan komunitas dengan warga itu adalah kunci, dalam arti penanganan sampah. Apalagi kalau di-support oleh international NGO untuk memastikan ada standar-standar yang tepat,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kuliah umum tersebut turut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas masa bakti 2014–2015 Andrinof A. Chaniago serta sejumlah tokoh lainnya dan civitas academica Universitas Binus.
Puspen Kemendagri
Mt